Jumat, 23 Oktober 2015

makalah kontrasepsi dan sterilisasi

KONTRASEPSI DAN STERILISASI

 










Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan
Mata Kuliah Problematika Hukum Islam Kontemporer
Dosen pengampu : Agus Sunaryo M. Si



Disusun Oleh :
Nur wahid /1223202013/ HES
Syariah / 7 HES




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2014


PENDAHULUAN

Dari tahun ke tahun pertumbuhan penduduk di Negara ini semakin bertambah, maka pemerintah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menjalankan program keluarga berencana (KB). Karena program ini sangatlah penting untuk menekan pertumbuhan penduduk di Negara ini. Pelaksanaan program keluarga berencana (KB) terdapat berbagai alat kontrasepsi, selain alat kontrasepsi juga terdapat berbagai alat seperti sterilisasi.
Untuk mewujudkan masyarakat yang maju , adil dan makmur tidaklah begitu mudah. Banyak kendala yang dihadapi, sehingga pelaksanaan pembangunan tidak berjalan mulus.Suatu pembangunan memerlukan modal, sarana, tenaga terampil yang berkualitas, wawasan luas yang masih banyak lagi. Dalam situasi semacam ini, bangsa kita juga dihadapkan kepada suatu persoalan yang cukup rawan, yaitu menghadapi kepadatan penduduk yang terus melaju dari tahun ke tahun. Kalau penduduk sudah banyak, maka timbul lagi pemikiran baru, yaitu bagaimana cara mendidiknya dan bagaimana pula menyediakan lapangan kerjanya, pangan, kesehatan, keamanan dan masih banyak lagi keperluan hidup dari suatu bangsa. Lebih-lebih pada zaman sekarang ini, keperluan hidup bertambah banyak, sejalan dengan perkembangan teknologi yang berkembang pesat.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak keturunan, yang tentunya keturunan yang banyak tersebut betul-betul diharapkan kebermanfaatannya, bukan mengacaukan dan memperburuk wajah islam dan umat islam. Dan dengan semakin berkembangnya kehidupan dalam masyarakat, maka semakin berkembang problematika kehidupan manusia. Masalah-masalah kontemporer yang muncul dalam masyarakat harus diketahui ketentuan hukumnya, guna memberi arahan bagi umat islam mengenai hal-hal yang halal maupun hal-hal yang haram sehingga dalam setiap aktifitas bisa terjaga dengan tidak melanggar aturan Allah SWT.
Salah satu masalah kontemporer yang tentunya belum ada pada zaman Rasul adalah masalah penggunaan alat kontrasepsi, sterilisasi. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana hukum penggunaan alat kontrasepsi dan sterilisasi dalam syari’at islam.

PEMBAHASAN

A.    Kontrasepsi
1.      Pengertian
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan yang bersifat sementara ataupun menetap. Sesuai dengan tujuan utama dari sebuah perkawinan tentu tidak lain dengan berkelanjutannya keturunan. Islam pada dasarnya telah menganjurkan umatnya untuk senang berketurunan banyak, akan tetapi islam juga mengizinkan bagi seorang muslim untuk melakukan pengaturan kelahiran, jika motivasinya logis dan ada situasi rasional yang mengharuskannya. Pada masa Rasulullah untuk menghalangi atau mengurangi kelahiran yaitu dengan cara ‘azl. ‘azl adalah mengeluarkan air mani diluar rahim ketika terasa akan keluar. Para sahabat sering melakukan itu di zaman Nabi saw. Ketika Al-Qur’an sedang diwahyukan, sebagaimana diriwayatkan dalam dua kitab shahih (Bukhari dan Muslim) dari Jabir.[1]
Dengan demikian terjadi, antara keperluan dan persediaan yang ada tidak berimbang. Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah indonesia untuk mengatasi problem-problem yang tumbuh dan berkembang adalah dengan kontrasepsi. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan, kontrasepsi sering dikaitkan dengan istilah Keluarga Berencana. Keluarga Berencana mempunyai arti yang sama dengan istilah yang dipakai di dunia internasional yakni family planning atau planned parenthood.
Allah berfirman :
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ  
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS.An-Nisa: 9)

Dalam istilah Arab, KB juga memiliki arti yang sama dengan tanzhim al-nasl, yaitu pengaturan keturunan/kelahiran. Bukan tahdid al-nashl,birth control atau pembatasan kelahiran. Jadi KB atau family planning difokuskan pada perencanaan, pengaturan, dan pertanggungjawaban orang terhadap anggota-anggota keluarganya.[2]Maksud dari KB adalah menyangkut kesejahteraan keluarga, untuk mencapai kesejahteraan keluarga itu ada 3 cara yang penting ialah: mengatur/menjarangkan kehamilan/kelahiran (spacing), memberi pengobatan kemandulan (intertility treatment), memberi penerangan/petunjuk dalam perkawinan (marriage counseling).
2.      Macam-macam kontrasepsi
Banyak para pasangan suami-istri melakukan program keluarga berencana yang memang diharuskan. Alasan penggunaan alat kontrasepsi bagi para pasangan suami-istri untuk menunda kehamilan, memberi jarak antara anak pertama dengan anak kedua sampai pada tujuan yang mungkin bagi pasangan suami-istri yang telah dikaruniai banyak anak dengan menghentikan kehamilan.
Adanya faktor ekonomi, faktor kesiapan mental,faktor usia hingga faktor kesehatan yang menjadi alasan bagi pasangan suami-istri dalam menggunakan alat kontrasepsi. Praktik KB dengan maksud untuk mengatur keturunan (tanzhim an-nasl), dan bukan dalam artian tidak melahirkan selamanya (man’un nasl), diperbolehkan, sebagaimana proses ‘azl yang dialakukan oleh para sahabat.
Ada beberapa alat kontrasepsi dalam pelaksanaan program keluarga berencana (KB) yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dan dikenal di Indonesia pada saat ini,  sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan zaman sekarang antara lain:[3]
Berikut alat kontrasepsi yang dibolehkan:
a.       Pil, berupa tablet yang berisi bahan progestin dan progesteron yang bekerja dalam tubuh wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium.
b.      Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan ke dalam tubuh wanita yang dikenal dengan cairan devofropera, netden dan noristerat. Kontra indikasi tidak disuntikan kepada wanita yang sedang hamil, pengidap tumor ganas, berpenyakit jantung, paru-paru,liver, hipertensi dan diabetes.
c.       Susuk KB/implan, yaitu berupa lepemorgestrel, yang terdiri dari enam kapsul yang di insersikan di bawah kulit lengan bagian dalam kira-kira 6 sampai 10 cm dari lipatan siku.
d.      IUD (Intra Uterine Device/ AKDR (Alat kontrasepsi dalam rahim), terdiri dari livesslov (spiral), multiload dan cover terbuat dari plastik halus dengan tembaga tipis.
e.       Spermisida, merupakan alat kontrasepsi yang berbahan kimia yang dapat membunuh sperma.
f.       Kondom, adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan karet yang tipis dan elastis (lentur) berbentuk seperti kantong yang berfungsi untuk menampung sperma agar tidak masuk ke dalam vagina.
g.      Diafragma, adalah jenis kontrasepsi yang mencegah kehamilan dengan cara dimasukkan ke dalam vagina, untuk mencegah masuknya sperma ke dalam rahim.
h.      Vagina pasta/ jelly adalah prinsipnya vaginal  pasta ini sama dengan vagina tablet, Cuma bedanya, ini dimasukkan kedalam vagina dengan alat, kalau vagina tablet dimasukkan kedalam vagina cukup dengan dua jari.
i.        Rhytym methodadalah metode pantang diri, yaitu memantangkan diri untuk melakukan coitus dimasa subur. Cara ini tidak mempunyai alat dan obat, tetapi yang dikehendaki tidak melakukan senggama dengan istri dimasa subur, kebiasaannya dapat menjadikan kehamilan.
j.        Coitus interuptus adalah dengan menarik penis dari vagina sesaat sebelum pencemaran sperma, sehingga dapat mencegah sperma masuk kedalam rahim. Metode ini adalah cara yang paling sederhana dan paling kuno untuk menghindarkan kehamilan.
Berikut alat kontrasepsi yang diharamkan, yaitu:
a.       Ligasi tuba, yaitu mengikat saluran kantong ovum
b.      Tubektomi, yaitu mengikat tempat ovum
c.       Vasektomi, yaitu mengikat atau memutuskan saluran sperma dari buah zakar
3.      Tujuan penggunaan alat kontrasepsi
a.       Tujuan umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.
b.      Tujuan khusus
1)      Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi
2)      Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi
3)      Meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran
4.      Penggunaan alat kontrasepsi ditinjau dari hukum islam
Program kependudukan, kesehatan dan pelestarian lingkungan hidup pada hakikatnya ia memelihara kelestarian bumi agar tercapai keserasian dalam hubungan manusia dengan alam semesta.[4] Oleh karena itu, program kependudukan, kesehatan dan pelestarian lingkungan hidup harus dititik beratkan kepada faktor status dan fungsi manusia sebagai subjek dan objek pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang diridhai Allah SWT.
Di dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang merupakan sumber pokok hukum islam dan yang menjadi pedoman hidup bagi umat islam. Tidak ada nash yang shahih yang melarang ataupun yang memerintahkan penggunaan alat kontrasepsi secara eksplisit. Karena itu, hukum penggunaan alat kontrasepsi harus dikembalikan kepada kaidah hukum islam yang menyatakan :
الاٴصل في الاٴشياء الاباحة حتى يدل الدليل على التحريم
Pada dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh, kecuali ada dalil yang menunjukan keharamannya.
Selain berpegang pada kaidah hukum Islam tersebut di atas, kita juga bisamenemukan beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang mengindikasikan, bahwa pada dasarnya Islam membolehkan penggunaan alat kontrasepsi. Bahkan terkadang hukum itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunah, wajib, makruh atau haram.Hukum ini bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat, dan keadaan masyarakat/negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum islam yang berbunyi:
تغير الاحكام بتغير الزمان و المكان والحال
Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat, keadaan.
Adapun ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits nabi yang dapat dijadikan dalil untuk legalitas penggunaan alat kontrasepsi antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Khawatir terhadap kehidupan atau kesehatan si ibu apabila hamil atau melahirkan anak, yakni setelah dilakukan suatu penelitian dan pemeriksaan oleh dokter yang dapat dipercaya.[5] Karena Allah berfirman :
((#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# Ÿwur (#qà)ù=è? ö/ä3ƒÏ÷ƒr'Î/ n<Î) Ïps3è=ök­J9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ  
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan.”(QS. Al-Baqarah:195)
b.      Khawatir terjadinya bahaya pada urusan dunia yang kadang-kadang bisa mempersulit ibadah, sehingga menyebabkan orang mau menerima barang yang haram dan mengerjakan yang terlarang, justru untuk kepentingan anak-anaknya. Sedangkan Allah telah berfirman :  
ãöky­ tb$ŸÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( `tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ  
 “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS.Al-Baqarah:185)
c.       Keharusan melakukan azl yang biasa terkenal dalam syara’ ialah karena menghawatirkan kondisi perempuan yang sedang menyusui kalau hamil dan melahirkan. Nabi menamakan bersetubuh sewaktu perempuan masih menyusui dengan ghilah atau ghail, karena penghamilan itu dapat merusak air susu dan melemahkan anak. Dinamakan ghilah atau ghail, karena suatu bentuk kriminalitas yang sangat rahasia terhadap anak yang sedang disusui. Oleh karena itu sikap seperti ini dapat dipersamakan dengan pembunuhan misterius (rahasia). Nabi Muhammad saw. Selalu berusaha demi kesejahteraan umatnya. Untuk itu ia perintahkan kepada umatnya supaya berbuat apa yang kiranya membawa maslahat dan melarang yang kiranya akan membawa bahaya. Berikut hadist Nabi disebutkan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ أَخْبَرَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ لِي جَارِيَةً هِيَ خَادِمُنَا وَسَانِيَتُنَا وَأَنَا أَطُوفُ عَلَيْهَا وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ فَقَالَ اعْزِلْ عَنْهَا إِنْ شِئْتَ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيهَا مَا قُدِّرَ لَهَا فَلَبِثَ الرَّجُلُ ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ إِنَّ الْجَارِيَةَ قَدْ حَبِلَتْ فَقَالَ قَدْ أَخْبَرْتُكَ أَنَّهُ سَيَأْتِيهَا مَا قُدِّرَ لَهَا
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdillah bin Yunus telah menceritakan kepada kami Zuhair telah mengkhabarkan kepada kami Abu Az Zubair dari Jabir bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam sambil bertanya; "Saya memiliki seorang budak perempuan yang bekerja melayani dan menyirami tanaman kami, saya sering menidurinya, akan tetapi saya tidak ingin jika dia hamil." Lantas beliau bersabda: "Jika kamu mau, lakukanlah azl, namun sekalipun begitu, apa yang ditetapkan Allah pasti akan terjadi juga." Tidak lama kemudian, laki-laki itu datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; Budak perempuanku telah hamil. Lantas beliau bersabda: "Bukankah saya telah mengatakan kepadamu, bahwa apa yang telah ditetapkan Allah pasti akan terjadi."[6]
Hadits diatas jelas menunjukkan bahwa ‘azl yang dilakukan orang dalam rangka usahanya menghindari kehamilan, dapat dibenarkan oleh islam, sebab sekiranya ‘azl itu dilarang, pasti dilarang dengan diturunkannya ayat al-qur’an atau dengan keterangan Nabi sendiri. Tetapi disamping itu, Nabi juga mengingatkan bahwa ‘azl itu hanya sekedar ikhtiyar manusia belaka untuk menghindari kehamilan, sedangkan berhasil atau tidaknya terserah kepada Tuhan. Demikian juga alat atau cara kontrasepsi apa saja tidak bisa berhasil 100% sekalipun dengan teknologi yang canggih dengan perencanaan dan perhitungan yang teliti.
Dengan berpijak pada ayat al-qur’an dan hadist diatas, maka dapat ditarik satu kesimpulan bahwa penggunaan alat kontrasepsi selama bertujuan untuk tanzil an-nasl maka dibolehkan. Tetapi hukum tersebut bisa menjadi makruh bagi pasangan suami istri tersebut tidak menghedaki kehamilan si istri, padahal suami istri tersebut tidak ada hambatan atau kelainan untuk mempunyai keturunan. Sebab hal yang demikian itu bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut agama, yakni menciptakan rumah tangga yang bahagia dan untuk mendapatkan keturunan yang sah dan diharapkan menjadi anak yang shaleh sebagai generasi penerus.
Hukum penggunaan alat kontrasepsi juga menjadi haram (berdosa), apabila dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan norma agama, misalnya sterilisasi dan abortus (pengguguran).

B.     Sterilisasi
1.      Pengertian
Sterilisasi adalah memandulkan lelaki atau perempuan dengan jalan operasi (pada umumnya) agar tidak dapat menghasilkan keturunan. Dengan demikian sterilisasi berbeda dengan cara atau alat kontrasepsi yang pada umumnya hanya bertujuan menghindari atau menjarangkan kehamilan untuk sementara waktu saja.[7]
Berdasarkan teori orang yang disterilisasikanmasih bisa dipulihkan lagi (reversable), tetapi para ahli kedokteran mengakui harapan akan tipis sekali untuk bisa berhasil.[8]
Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi atau vas ligation, yaitu operasi pemutusan atau pengikatan saluran atau pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma), sehingga sperma tidak dapat mengalir keluar penis (uretra). Sterilisasi pada lelaki termasuk operasi ringan, tidak memerlukan perawatan rumah sakit dan tidak mengganggu kehidupan seksualnya bahkan tidak akan kehilangan sifat kelakilakiannya.
Sedangkan sterilisasi pada perempuan disebut tubektomi atau tuba ligation, yaitu pemutusan hubungan saluran atau pembuluh sel telur (tuba falopii) yang menyalurkan ovum dan menutup kedua ujungnya, sehingga sel telur tidak dapat keluar dan memasuki rongga rahim, sementara itu sel sperma yang masuk kedalam vagina wanita itu tidak mengandung spermatozoa sehingga tidak terjadi kehamilan walaupun coitus tetap normal tanpa gangguan apapun.
Sterilisasi untuk lelaki (vasektomi) maupun untuk wanita (tubektomi) sama dengan abortus bisa mengakibatkan kemandulan sehingga yang bersangkutan tidak lagi mempunyai keturunan. Karena itu, international planned parenthood federation (IPPF) tidak menganjurkan Negara-negara anggotanya untuk melaksanakan sterilisasi sebagai alat atau cara kontrasepsi. IPPF hanya menyarankan kepada Negara-negara anggotanya untuk memilih cara kontrasepsi yang dianggap cocok dan baik untuk masing-masing. Dalam hal ini pemerintah Indonesia secara resmi tidak pernah menganjurkan rakyatnya untuk melaksanakan sterilisasi sebagai cara kontrasepsi dalam program keluarga berencana, karena melihat akibat sterilisasi yaitu kemandulan selamanya dan menghormati aspirasi ummat islam di Indonesia.
Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun perempuan (tubektomi) menurut islam pada dasarnya haram (dilarang), karena ada beberapa hal yang principal:
a.       Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat kemandulan tetap
Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut islam, yakni lelaki dan perempuan selain bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan suami istri dalam hidupnya di dunia maupun akhirat, juga untuk mendapatkan keturunan yang sah dan diharapkan menjadi anak yang shaleh sebagai penerus cita-citanya. Walaupun dari segi teori masih mungkin menghasilkan keturunan bila ikatan itu dilepas kembali.
b.      Mengubah ciptaan Allah SWT dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mani/telur)
c.       Melihat aurat orang lain. Pada prinsipnya islam melarang orang melihat aurat orang lain.[9]
Tetapi walaupun melihat aurat itu diperlukan untuk kepentingan medis, maka sudah tentu islam akan membolehkan, karena keadaan semacam itu sudah sampai ketingkat darurat, asal benar-benar diperlukan untuk kepentingan medis dan melihat sekedarnya saja (seminimal mungkin). Hal ini berdasarkan kaidah hokum islam yang menyatakan:
ما ابيح للضرورة بقدر تعذرها
sesuatu yang dibolehkan karena terpaksa adalah menurut kadar dan halangannya”.
Tetapi apabila suami istri dalam keadaan terpaksa bahkan darurat, seperti untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak atau ibu terhadap anak keturunannya yang bakal lahir, atau terancam jiwa, maka sterilisasi dibolehkan dalam islam. Hal ini berdasarkan kaidah hokum islam yang menyatakan:
الضرورة تبيح المحضورات
keadaan darurat itu memperbolehkan hal-hal yang dilarang”.             
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa agama islam tidak membenarkan KB dengan cara sterilisasi (vasektomi/tubektomi) karena hal itu berarti telah merusak organ tubuh, dan juga dapat mengakibatkan kemandulan selamanya sehingga yang bersangkutan tidak dapat memperoleh keturunan. Kecuali jika keadaan darurat, misalnya karena dikhawatirkan menurunnya penyakit yang diderita oleh ibu maupun ayah dari janin tersebut, atau mengancam jiwa si ibu bila mengandung atau melahirkan bayi
Sterilisasi lelaki (vasektomi) harus dibedakan hukumnya dengan khitan lelaki dimana sebagian dari tubuhnya adapula yang dipotong dan dihilangkan, ialah kulup (qulfah dalam bahasa arab,praepuium dalam bahasa latin), Karena kalau kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak dipotong dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral diseases). Karena itu, khitan untuk anak lakilaki itu justru disunatkan.
Islam hanya membolehkan sterilisasi lelaki/perempuan, karena semata-mata alasan medis.Selain medis, seperti banyak anak atau kemiskinan tidak dapat dijadikan alasan untuk sterilisasi. Tetapi ia dapat menggunakan cara-cara atau alat kontrasepsi yang di ijinkan oleh islam, seperti,oral pill, vaginal tablet, vaginal pasta, dan sebagainya yang sesuai dengan kaidah hukum islam:[10]
الحكم يدور مع العلة وجودا و عدما
Hukum itu berputar bersama illat-nya (alasan yang menyebabkan adanya hukum ada atau tidaknya, dan:
تغير الاحكام بتغير الانمنة و الامكنة و الاحوال
Hukum itu bisa berubah karena perubahan zaman, tempat dan keadaan.[11]

2.      Cara Sterilisasi
a.       Tubektomi adalah menghalangi telur melewati saluran telur sehingga tidak terjadi konsepsi dengan sperma. Tubektomi dilakukan dengan cara mengikat kedua saluran telur,dapat melalui ligasi langsung pada saluran, elektrokoagulasi tuba, pemasangan cincin tuba, pemasangan klip pada tuba (ketiga cara terakhir dilakukan dengan laparoskopi).
Kemudian minilaparotomy adalah tekhnik dengan sayatan sebesar 3cm diatas pubis anda, untuk kemudian dilakukan ligasi tuba. Minilaparotomy dapat dilakukan dokter, hanya saja parut luka yang dihasilkan cukup besar. Sedangkan laparoskopi harus dilakukan spesialis kebidanan, tetapi luka parut yang dihasilkan kecil bahkan nyaris tak terlihat dan penyembuhan lebih cepat.
b.      Vaksetomi artinya adalah pemotongan sebagian (0,5cm-1cm) saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi buntu/tersumbat.[12]
3.      Berikut adalah pendapat para ahli yang berkaitan dengan penggunaan alat kontrasepsi dan sterilisasi:
a.       Kontrasepsi
1)      Imam Ghazali
KB dibolehkan dengan motif yang dibenarkan, seperti untuk menjaga kesehatan si ibu, untuk menghindari kesulitan hidup, karna banyak anak dan untuk menjaga kecantikan si ibu.
2)      Syekh al-Hariri (mufti besar mesir)
Sama halnya dengan imam ghazali, syekh al-hariri juga memberikan alasan-alasan dibolehkan KB, yaitu: menjarangkan anak, untuk menghindari suatu penyakit bila ia mengandung, untuk menghindari kemudhorotan bila ia mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiannya, untuk menjaga kesehatan si ibu, karna setiap hamil selalu menderita suatu penyakit dan untuk menghindari anak dari cacat fisik bila suami atau istri menginap penyakit kotor.
3)      Syekh Mahmud Syaltut
Dibolehkan KB dengan motif bukan pembatasan kelahiran tetapi untuk mengatur kelahiran.
Sedangkan para ahli yang mengharamkan:
1)      Abu A’la al-Maududi
Pada hakikatnya KB adalah untuk menghindari dari ketentuan kehamilan dan kelahiran seorang anak manusia.
2)      Prof. Dr. M.S. Madkour guru besar hokum islam pada fak.hukum, dalam tulisannya “Islam and Family Planning” bahwa beliau tidak menyetujui KB jika tidak ada alasan yang membenarkan perbuatan itu. Beliau berpegang kepada prinsip “hal-hal yang mendesak membenarkan perbuatan terlarang”.
b.      Sterilisasi:
1)      Fatwa MUI pusat tahun 1983 tentang larangan (haram) sterilisasi wanita atau pria dengan alasan “sterilisasi dapat membantu akibat kemandulan tetap”
2)      Masjfuk zuhdi sterilisasi dibolehkan karena tidak membuat kemandulan selama-lamanya. Karena teknologi kedokteran semakin canggih dapat melakukan operasi penyambungan saluran telur wanita atau saluran pria yang telah disterilkan.
4.      Menurut pendapat kelompok kami mengenai kontrasepsi dan sterilisasi:
a)      Kontrasepsi:
Kami sependapat dengan Syekh Mahmud Syaltut yang membolehkan KB dengan motif bukan pembatasan kelahiran tetapi untuk mengatur kelahiran.
b)      Sterilisasi:
Kami sependapat dengan Fatwa MUI pusat tahun 1983 tentang larangan (haram) sterilisasi wanita atau pria dengan alasan “sterilisasi dapat membantu akibat kemandulan tetap”.




PENUTUP

Dari uraian diatas, kami menyimpulkan dibolehkannya program KB menggunakan alat kontrasepsi yang benar-benar aman dan tidak membahayakan si ibu dan calon anak dan melarang KB dengan cara sterilisasi, karena menyebabkan kemandulan tetap sehingga yang bersangkutan tidak bisa lagi memiliki keturunan. Walaupun secara teori sterilisasi dapat di atasi tetapi kemungkinannya sangat kecil sekali.





[1]  Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 27.
[2]  Hasbiyatlah, Masail Fiqhiyah (Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), hal. 59.
[3]  Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hal. 25-27.
[4]Amin Ma’ruf dkk, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta:  Majelis Ulama Indonesia, 2009), cet III hal. 100.
[5]  Yusup Al-Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, (terj. Wahid Ahmadi, dkk, Surakarta: Era Intermedia, 2005), hal. 277.
[6] Shahih Muslim, bab hukum azl, kitab nikah, Lidwa Pusaka i-Software- Kitab 9 Imam Hadits ( Lidwa Pusaka, 2009)  No Hadits: 2606.
[7]  Ali hasan, masail fiqhiyah al-haditsah (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2000), cet IV hal. 52.
[8] Masjfuk Zuhdi, islam dan keluarga berencana di Indonesia (Surabaya, Bina ilmu,1986), cet V hal. 40.
[9]  Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 53.
[10]  Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000),  hal. 54.
[11] Masjfuk Zuhdi, masail fiqhiyah (Jakarta, Haji masagung, 1994), cet VIII hal.70-71.
[12]http://www.ilmukeperawatan.wordpress.com/2008/. Diakses pada tanggal 27 september, pukul: 13.28.














DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi Yusup. Halal Haram Dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, dkk, Surakarta: Era Intermedia, 2005.
Bakry Nazar. Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1994.
Hasbiyatlah. Masail Fiqhiyah, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia. 2009.
Hasan Ali. Masail Fiqhiyyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2000.
Hasan Ali. masail fiqhiyah al-haditsah, cet. 4, Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2000.
Ma’ruf Amin dkk. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesi., Jakarta:  Majelis Ulama Indonesia, cet. III. 2009.
http://www.ilmukeperawatan.wordpress.com/2008/. Diakses pada pukul: 13.28, tanggal 27 september.
Shahih Muslim, bab hukum azl, kitab nikah, Lidwa Pusaka i-Software- Kitab 9 Imam Hadits ( Lidwa Pusaka, 2009)  No Hadits: 2606.
Zuhdi Majsfuk. islam dan keluarga berencana di Indonesia, cet. V, Surabaya: Bina ilmu. 1986.
Zuhdi Masjfuk. masail fiqhiyah, cet. VIII, Jakarta: Haji masagung. 1994.