Cerita
Fajar Kebumen
Oleh
: Nur Wahid
Bulan
juli banyak hujan
Bulirnya
sejuk menyeringai
pematang
sawah
Desaku,
desa yang berjelaga di pendakian kota
Pepohonan
berucap salam sepanjang jalan
Orang
bergemuyu ramah meski cangkul bertengger
dipanggulnya
Sambil
menunggu senja, percintaan padi dan tanah digelontorkan
Dalam
bingkai tradisional kental
Salam
manis dari para tetangga
Yang
hinggap di rumah rotan
Kala
siang muak muka jendela
Karena
mendebu
Di
tiup jalanan yang tak
disapa
aspal pekat
hanya
terpampang wajah batu buruk
yang
mengempiskan kaki jalanan
Haruskah
seperti ini
Tak
maukah kau menipik kembali mutiara
Mari
bersama tuan
Alam
nan cantik berbaur
di
bibir pantai Menganti, berkerumun wajah
nenek
moyang yang berpeluh
terkulum
terik dan deruan ombak
menggoda
si penghuni laut untuk masuk keperut
yang
merengek siang malam
menanti
lauk-pauk di pangkuan rembulan
Nyata
Takdir Tuhan, di balik semua
Bersemayam
ilalang tertata rapih di geraham
Menjadi
mahkota sang tuan putri Menganti
Cantik
elok dihinggapi muda-mudi
Yang
kasmaran
Bercengkerama
dengan cinta
Cinta
membawa pelangi di pelupuk fajar
Memanggil
tiap nafas yang berada hidup
Tuk
menikmati keindahan pantai Menganti
Malam-malam
penuh hikmat
Paling
nikmat mengingat sejarah
Kisah
tragis Hindia – Belanda yang dikandung
Tempo
dulu
Melekat
pada sosok benteng Vander Wijk
Yang
mulai keropos berlumur noda-noda
Kaki
manusia
Yang
tua, yang bermakna yang
Dikenang
sejarah
Mereka
yang mati, hidup dalam
Piringan
hitam
Tertembak
dan pergi, terusir pribumi.
Kini
mereka tinggal nama
Memberikan
kasih tuk hidupnya sekarang
Desaku,
Desaku
Kebumen
beriman
Dalam
tahta yang menyejukan
Purwokerto,
05 juli 2014